Cara Cek Kecepatan Loading Website dengan Tools Gratis

Daftar Isi
Cara Cek Kecepatan Website

 Pernah buka website yang loading-nya lama banget sampai kamu sempat bikin kopi dulu? Nah, di dunia digital sekarang, kecepatan website bukan cuma soal kenyamanan, tapi juga soal kepercayaan dan peringkat di Google. Situs yang lemot bisa bikin pengunjung kabur, bounce rate naik, dan ranking anjlok tanpa ampun.

Kabar baiknya, kamu nggak perlu jadi teknisi server buat tahu seberapa cepat websitemu. Ada banyak tools gratis dan akurat yang bisa kasih laporan detail mulai dari Google PageSpeed Insights sampai GTMetrix.

Di artikel ini, kamu bakal belajar cara cek kecepatan loading website dengan langkah-langkah mudah, tahu apa arti skornya, dan bagaimana memperbaikinya biar situsmu bisa ngebut kayak roket.

Kenapa Kecepatan Website Itu Penting?

Bayangkan kamu mampir ke sebuah toko online, tapi halamannya butuh lima detik buat tampil penuh. Kira-kira kamu bakal nunggu, atau langsung pencet tombol “kembali” dan cari toko lain yang lebih cepat?

Yup, begitu juga perilaku pengunjung di website kamu.

Kecepatan website itu ibarat detak jantung digital. Kalau lemot, seluruh sistem ikut terpengaruh, mulai dari pengalaman pengguna, performa SEO, sampai angka penjualan.

1. Pengaruh kecepatan terhadap pengalaman pengunjung (UX)

Pengunjung zaman sekarang nggak sabaran. Data Google menunjukkan, 53% pengguna mobile meninggalkan website yang loading-nya lebih dari 3 detik.

Semakin lama halaman dibuka, semakin tinggi peluang orang menutup tab dan nggak balik lagi.

Website yang cepat bikin pengunjung:

  • Betah lebih lama membaca konten
  • Lebih sering berpindah antar halaman
  • Dan akhirnya, lebih percaya dengan brand kamu

Intinya, website cepat = pengalaman pengguna positif.

2. Dampaknya ke peringkat SEO dan Core Web Vitals

Google nggak cuma melihat isi kontenmu, tapi juga bagaimana cepatnya konten itu muncul di layar pengguna.

Faktor seperti Largest Contentful Paint (LCP) dan Interaction to Next Paint (INP) adalah bagian dari Core Web Vitals, metrik yang digunakan Google untuk menilai performa situs.

Kalau LCP kamu di atas 2,5 detik, atau INP-nya terlalu tinggi, Google bisa menilai pengalaman pengguna buruk hasilnya, ranking bisa turun walau kontenmu bagus.

Dengan kata lain: kecepatan bukan cuma pelengkap, tapi bagian penting dari SEO modern.

3. Pengaruh langsung terhadap penjualan dan konversi

Kecepatan juga berpengaruh nyata pada bisnis. Amazon pernah melaporkan, penurunan 1 detik saja bisa bikin pendapatan turun.

Bagi website toko online atau landing page bisnis, setiap detik berarti uang.

Website yang cepat akan:

  • Membuka peluang konversi lebih tinggi
  • Meningkatkan kepercayaan pengguna
  • Menurunkan tingkat “keranjang ditinggalkan”

Jadi, kalau websitemu lambat, kamu bukan cuma kehilangan pengunjung tapi juga potensi profit.

Pahami Dulu Apa Itu Kecepatan Website?

Sebelum buru-buru buka tools untuk tes kecepatan, penting banget buat tahu dulu apa sih yang dimaksud dengan kecepatan website itu?

Soalnya, “cepat” di mata pengguna belum tentu sama dengan “cepat” di mata Google.

1. Kecepatan website bukan cuma soal waktu loading

Banyak orang mengira kecepatan website hanya dihitung dari berapa detik halaman terbuka penuh.

Padahal, kecepatan itu gabungan dari banyak hal, seperti:

  • Seberapa cepat konten utama muncul di layar (LCP)
  • Seberapa cepat halaman bisa di-klik atau di-scroll (INP/FID)
  • Seberapa stabil elemen halaman saat dimuat (CLS)
  • Seberapa cepat server merespons permintaan pertama (TTFB)

Jadi, kalau kamu cuma mengandalkan “feeling cepat”, itu belum cukup.

Google menilai performa situs lewat metrik yang lebih dalam, inilah yang disebut Core Web Vitals.

2. Mengenal Core Web Vitals: jantungnya performa website

Core Web Vitals adalah tiga indikator utama yang digunakan Google untuk mengukur pengalaman pengguna di halamanmu.

Yuk kenalan satu per satu:

  • LCP (Largest Contentful Paint)
    Waktu yang dibutuhkan untuk menampilkan elemen utama (biasanya gambar atau teks besar di atas).
    Idealnya di bawah 2,5 detik.
  • INP (Interaction to Next Paint) (pengganti FID)
    Mengukur seberapa cepat halaman merespons interaksi pengguna seperti klik atau scroll.
    Idealnya di bawah 200 milidetik.
  • CLS (Cumulative Layout Shift)
    Menilai seberapa stabil layout saat halaman dimuat (misalnya tombol yang tiba-tiba geser ke bawah).
    Nilai idealnya di bawah 0,1.

Kalau tiga metrik ini sehat, artinya websitemu punya performa yang baik dan ini jadi sinyal positif untuk SEO.

3. Faktor utama yang memengaruhi kecepatan website

Ada banyak hal yang bisa memperlambat website, tapi yang paling sering jadi biang kerok antara lain:

  • Ukuran gambar terlalu besar
  • Kode JavaScript atau CSS yang berat dan tidak di-minify
  • Server lambat atau lokasi hosting jauh dari pengunjung
  • Tidak menggunakan cache browser atau CDN
  • Terlalu banyak script pihak ketiga (seperti widget, iklan, atau font eksternal)

Website yang cepat bukan cuma soal optimasi file, tapi juga bagaimana arsitektur halaman dibangun dengan efisien.

4. Bedanya kecepatan di Mobile dan Desktop

Banyak website terlihat cepat di desktop tapi lemot di mobile. Itu karena perangkat mobile punya koneksi dan daya pemrosesan yang lebih rendah.

Makanya Google kini mengutamakan penilaian mobile-first, artinya performa di ponsel jauh lebih penting dibanding desktop.

Pastikan kamu selalu melakukan tes di dua mode: mobile dan desktop, karena perbedaan nilainya sering signifikan.

5 Tools Gratis untuk Cek Kecepatan Website

Sudah paham apa itu kecepatan website dan kenapa penting? Sekarang waktunya kamu cek performa websitemu secara langsung pakai tools SEO yang gratis. Nggak perlu keluar biaya sepeser pun cukup buka browser, masukkan URL, dan biarkan data bicara.

Berikut lima tools terbaik (dan gratis!) yang wajib kamu coba:

1. Google PageSpeed Insights (PSI)

PageSpeed Insights
URL: https://pagespeed.web.dev/

Ini tool wajib dan paling akurat karena langsung dari Google sendiri. PageSpeed Insights menampilkan dua jenis data:

  • Lab Data: hasil simulasi di lingkungan pengujian (untuk analisis teknis)
  • Field Data: hasil nyata dari pengguna yang mengakses websitemu (real-world data)

Kelebihan:

  • Memberikan skor performa untuk mobile dan desktop
  • Menunjukkan nilai Core Web Vitals (LCP, INP, CLS)
  • Memberikan rekomendasi optimasi yang detail dan prioritas perbaikan

Tips: Fokuslah memperbaiki saran di bagian “Opportunities” dan “Diagnostics” untuk hasil paling signifikan.

2. GTmetrix

GTmetrix
URL: https://gtmetrix.com/

GTmetrix terkenal di kalangan developer karena tampilannya sangat visual.

Tool ini menampilkan laporan lengkap dalam bentuk grafik, waterfall, dan skor performa berdasarkan Google Lighthouse dan GTmetrix Grade.

Kelebihan:

  • Bisa memilih lokasi server pengujian (misalnya Asia, Eropa, Amerika)
  • Menampilkan timeline loading detail per elemen halaman
  • Memberikan insight waktu TTFB, ukuran halaman, dan jumlah request

Tips: Gunakan server test yang paling dekat dengan target audiensmu agar hasilnya lebih realistis.

3. Pingdom Website Speed Test

Pingdom
URL: https://tools.pingdom.com/

Tool klasik tapi masih sangat relevan. Pingdom punya tampilan yang sederhana dan cocok untuk pemula.

Selain kecepatan loading, ia juga menampilkan Performance Grade, ukuran halaman, dan jumlah permintaan HTTP.

Kelebihan:

  • Hasil tes cepat dan mudah dipahami
  • Menyediakan laporan visual dan recommendation list
  • Bisa bandingkan performa antar halaman website

Tips: Cocok buat kamu yang ingin tahu “seberapa cepat website di mata pengguna biasa” tanpa analisis terlalu teknis.

4. WebPageTest

WebPageTest
URL: https://www.webpagetest.org/

WebPageTest cocok untuk kamu yang ingin analisis lebih dalam dari sekadar skor.

Tool ini menampilkan filmstrip view tampilan visual proses loading halaman frame-by-frame.

Kelebihan:

  • Analisis lengkap: TTFB, render start, fully loaded time
  • Bisa pilih jenis perangkat (mobile/desktop), koneksi internet, dan lokasi server
  • Memberikan filmstrip loading untuk melihat titik bottleneck

Tips: Gunakan mode “Advanced Test” untuk hasil paling detail. Ideal untuk kamu yang mau audit performa teknis lebih dalam.

5. Lighthouse (via Chrome DevTools)

Lighthouse Chrome DevTool
Screenshot Lighthouse Via Chrome

Cara Akses: Tekan Ctrl + Shift + I di Chrome → tab Lighthouse

Tool ini sudah langsung tertanam di browser Google Chrome. Lighthouse menilai website dari empat aspek utama:

  1. Performance
  2. Accessibility
  3. Best Practices
  4. SEO

Kelebihan:

  • Tidak perlu buka situs lain, langsung dari browser
  • Bisa analisis website publik atau lokal (belum online)
  • Memberikan laporan Core Web Vitals dan SEO dasar

Tips: Gunakan Lighthouse untuk debug cepat saat proses editing halaman misalnya untuk ngecek efek dari script baru atau perubahan tema.

Cara Cek Kecepatan Website

Plugin Wordpress untuk Cache

Sebelum buru-buru mengetes kecepatan website, ada satu hal penting yang sering dilewatkan: pastikan sistem cache dan CDN sudah aktif lebih dulu.

Dua hal ini bisa dibilang “fondasi awal” supaya hasil pengujian nanti mencerminkan performa sebenarnya dari websitemu. Cache bekerja seperti “memori cepat” di browser atau server.

Begitu seseorang mengunjungi websitemu, browser menyimpan sebagian data, seperti gambar, CSS, dan file JavaScript agar ketika halaman dibuka lagi, tidak perlu mengunduh semuanya dari awal.

Hasilnya? Waktu loading bisa berkurang drastis. Kalau kamu pakai WordPress, biasanya fitur cache sudah tersedia lewat plugin bawaan hosting, misalnya LiteSpeed Cache di beberapa provider.

Kalau belum ada, kamu bisa menambahkan plugin seperti WP Rocket, W3 Total Cache, atau LiteSpeed Cache Plugin agar performa makin ngebut.

Setelah itu, jangan lupa siapkan CDN (Content Delivery Network). CDN bekerja dengan menyimpan salinan website kamu di banyak server di berbagai negara.

Jadi ketika ada pengunjung dari Indonesia, ia akan dilayani dari server yang paling dekat bukan harus memanggil data dari Eropa atau Amerika. Dengan cara ini, waktu loading bisa dipangkas hingga 20–30% lebih cepat.

Begitu cache dan CDN aktif, barulah kita mulai pengujian performa website menggunakan tools seperti Google PageSpeed Insights, GTMetrix, atau Pingdom.

Nah, berikut panduannya langkah demi langkah.

1. Jalankan Tes Menggunakan Beberapa Tools Sekaligus

Satu tool itu bagus, tapi beberapa tool jauh lebih akurat. Setiap tools punya algoritma dan sudut pandang yang sedikit berbeda, jadi hasil yang kamu dapatkan bisa lebih seimbang kalau diuji dari beberapa sumber.

Contohnya, kamu bisa mulai dengan Google PageSpeed Insights untuk melihat performa di perangkat mobile, lalu lanjut dengan GTMetrix untuk analisis visual dan waterfall loading. Kalau mau tahu performa “real-world”, tambahkan juga tes dari Pingdom.

Lakukan pengujian lebih dari satu kali untuk setiap tool. Tes pertama biasanya masih “dingin” karena cache belum aktif penuh. Tapi setelah beberapa kali, cache mulai bekerja dan hasilnya menunjukkan kecepatan sebenarnya.

Catatan: Perhatikan metrik seperti Largest Contentful Paint (LCP) dan Time to First Byte (TTFB).

Kalau dua angka ini terlalu tinggi, artinya server atau file utama halamanmu masih berat.

2. Uji dari Lokasi Server yang Berbeda

Kecepatan website itu bisa berbeda tergantung dari mana pengunjung mengaksesnya. Itu sebabnya penting untuk mengetes website dari beberapa lokasi server berbeda.

Sebagian besar tool seperti GTMetrix atau WebPageTest memungkinkan kamu memilih lokasi pengujian, misalnya dari Singapura, Tokyo, atau Eropa. Kalau target utamamu orang Indonesia, pilih lokasi Asia agar hasilnya lebih relevan.

Untuk tahu dari mana asal trafik website kamu, buka saja Google Analytics. Kalau misalnya 80% pengunjungmu dari Indonesia, maka hasil tes dari server Asia Tenggara akan jadi tolok ukur terbaik.

Langkah ini juga berguna untuk mengukur efektivitas CDN. Coba lakukan dua pengujian: satu dengan CDN aktif, satu lagi tanpa CDN. Perbandingannya sering kali mencengangkan, CDN benar-benar bisa memangkas waktu muat antar wilayah.

3. Gunakan Real User Monitoring (RUM)

Kalau pengujian lewat tools hanya simulasi, maka Real User Monitoring (RUM) adalah data nyata dari pengguna sebenarnya.

Metode ini mengumpulkan informasi dari pengalaman langsung pengunjung seperti waktu loading halaman, stabilitas tampilan, hingga respons interaksi.

Dengan RUM, kamu bisa tahu bagaimana website kamu terasa di mata pengguna sungguhan, bukan hanya angka dari lab.

Beberapa tools yang bisa digunakan antara lain:

  • New Relic Browser Monitoring, untuk memantau Core Web Vitals secara detail
  • Splunk, untuk melihat pengalaman pengguna dari sisi front-end

Data ini membantu kamu melihat pola performa dari berbagai perangkat dan jaringan yang berbeda. Misalnya, kamu bisa tahu bahwa halamanmu cepat di desktop tapi agak lambat di mobile dan dari situ kamu tahu harus mulai optimasi dari mana.

Tips Optimasi Dasar Setelah Melihat Hasil Tes

Setelah kamu menjalankan pengujian kecepatan website dan melihat hasilnya, langkah berikutnya adalah mengambil tindakan dari data yang muncul.

Jangan berhenti di angka skor saja justru bagian paling penting adalah bagaimana cara memperbaikinya.

Berikut beberapa langkah optimasi dasar yang bisa kamu lakukan setelah melihat laporan dari PageSpeed Insights, GTMetrix, atau tool sejenisnya:

1. Kompres dan Optimalkan Gambar

Gambar adalah penyebab klasik kenapa website jadi lambat. Sering kali, ukuran gambar terlalu besar atau belum dikompresi dengan benar.

Gunakan format gambar modern seperti WebP yang lebih ringan dari JPEG atau PNG, tapi tetap tajam secara visual. Kalau kamu pakai WordPress, plugin seperti ShortPixel, Smush, atau Imagify bisa membantu kompres otomatis tanpa menurunkan kualitas.

Tips tambahan:

  • Hindari gambar lebih dari 200KB untuk konten biasa
  • Gunakan lazy load, supaya gambar baru dimuat ketika pengguna scroll ke bagian tersebut
  • Pastikan dimensi gambar sesuai tampilan (jangan upload ukuran besar untuk ditampilkan kecil)

2. Minimalkan CSS, JavaScript, dan HTML

File CSS dan JS yang terlalu besar bisa memperlambat proses rendering halaman. Solusinya adalah melakukan minify yaitu menghapus karakter yang tidak perlu seperti spasi, komentar, dan baris kosong dari kode.

Tools seperti Autoptimize, LiteSpeed Cache, atau WP Rocket bisa melakukannya secara otomatis. Kalau kamu bukan pengguna WordPress, coba layanan online seperti https://minifier.org.

Hasilnya mungkin terlihat kecil di angka, tapi pengaruhnya besar di First Paint dan Time to Interactive (TTI).

3. Perbaiki Server Response Time (TTFB)

Kalau laporan menunjukkan Time to First Byte (TTFB) terlalu tinggi, berarti server kamu lambat dalam merespons permintaan pengguna. Ini sering disebabkan oleh hosting yang tidak optimal atau beban server yang terlalu berat.

Langkah-langkah yang bisa kamu lakukan:

  • Gunakan hosting dengan performa tinggi (misalnya berbasis LiteSpeed atau NVMe SSD)
  • Aktifkan cache server (seperti Object Cache atau LiteSpeed Cache)
  • Kurangi plugin berat yang menambah waktu eksekusi PHP
  • Idealnya, TTFB sebaiknya di bawah 200ms untuk hasil optimal.

4. Aktifkan Browser Cache dan CDN

Kalau kamu belum menggunakan cache dan CDN, hasil tes biasanya menunjukkan waktu loading yang panjang. Aktifkan browser cache agar elemen website seperti gambar dan script disimpan di perangkat pengunjung.

Jadi ketika mereka membuka halaman kedua kalinya, waktu loading jadi jauh lebih cepat.

Sedangkan CDN (Content Delivery Network) membantu mendistribusikan file website ke banyak server di seluruh dunia. CDN populer seperti Cloudflare atau BunnyCDN bisa diaktifkan gratis dan langsung terasa efeknya dalam hitungan menit.

5. Kurangi Plugin dan Script yang Tidak Diperlukan

Semakin banyak plugin dan script pihak ketiga yang kamu pasang, semakin berat website-nya.

Coba audit plugin kamu:

Apakah semuanya benar-benar digunakan?

Apakah ada fitur yang bisa digantikan dengan fungsi native dari tema atau hosting?

Hapus plugin yang tidak penting, nonaktifkan fitur pelacakan berlebihan (seperti script pop-up yang berat), dan pastikan setiap script eksternal dimuat secara asynchronous.

6. Gunakan Tema yang Ringan dan Mobile-Friendly

Tema website juga berpengaruh besar pada kecepatan. Banyak tema WordPress terlihat menarik tapi diam-diam membawa banyak file CSS dan JS tambahan yang tidak efisien.

Pilih tema yang ringan seperti GeneratePress, Astra, atau Blocksy yang sudah dioptimasi untuk performa dan mobile speed. Selain cepat, tema seperti ini juga mudah diintegrasikan dengan plugin optimasi tanpa konflik.

7. Tes Ulang Setelah Setiap Perubahan

Setelah kamu melakukan beberapa perbaikan, lakukan pengujian ulang. Gunakan tools yang sama (misalnya PageSpeed Insights atau GTMetrix) untuk melihat apakah skor meningkat.

Proses ini penting karena setiap perubahan kecil bisa memengaruhi area lain di website. Gunakan hasil tes baru itu untuk menentukan langkah selanjutnya.

Biasakan melakukan pengujian setiap kali menambah fitur baru, mengganti tema, atau mengunggah konten besar.

Kesimpulan

Pada akhirnya, kecepatan website bukan sekadar angka di PageSpeed Insights. Ia adalah cerminan dari reputasi digital dan profesionalitas brand kamu. Website yang cepat memberi kesan: “Kami peduli pada pengalaman pengguna.”

Dan di dunia digital hari ini, itu lebih berharga dari sekadar desain indah. Setiap detik delay bisa berarti hilangnya calon pelanggan, turunnya konversi, bahkan jebloknya peringkat di Google.

Riset Google sendiri menunjukkan bahwa 53% pengguna mobile meninggalkan website jika loading-nya lebih dari 3 detik.

Artinya, website lambat bukan cuma masalah teknis tapi juga masalah trust dan peluang bisnis.

Selo Hening
Selo Hening He is an SEO Specialist and Meta Ads Specialist with experience managing digital marketing strategies to increase business visibility in search engines and paid advertising platforms. With a deep interest in digital marketing, he continued to hone his skills in website optimization, online advertising, and data analysis to help brands grow sustainably.

Posting Komentar